DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Maksud Dan Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tahlil
2.2 Asal Usul
2.3 Hakikat Tahlil Berdasarkan Pendapat Ulama Muhammadiyah
2.4 Hakikat Tahlil Berdasarkan Pendapat Ulama Nahdatul Ulama (NU)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk-makhluk yang lain. Hal ini dikarenakan Allah memberikan akal kepada manusia, dengan akal tersebut manusia dituntut untuk memikirkansegala sesuatu, baik yang berkaitan dengan agama, sesuatu, hablum minannas maupun hablum minallah.
Setiap yang bernyawa akan mengalami ajal atau kematian, ajal manusia sudah menjadi ketentuan, bila sudah waktunya meninggal dunia,maka kita harus bersikap sabar atas keluarga yang meninggal tersebut.Ketahuilah bahwa mayit disiksa karena ratapan keluarganya. Dan bila seseorang sampai meneteskan air mata, bila keluarganya meninggal dunia,maka hal tersebut sudah biasa sebagai rasa duka, yang penting tidak sampai menangis ketrelaluan.
Bila sudah satu dari keluarga (famili) kita meninggal, maka kita harus tetap bertaqwa kepada-Nya dan bersikap sabar atas musibah tersebut dan kita berusaha jangan sampai berputus asa, menggerutu dan bahkan sampai marah-marah, karena semua itu kejadian yang pasti dan bila sudah waktunya maka tak seorangpun bisa mengelaknya.
Maka atas dasar tersebut di atas, kita dalam menghadapi orang dan keluarga atau teman yang meninggal janganlah bersikap kurang baik melainkan kita harus mendo’akan baik secara perorangan ataupun secara bersama-sama.
Untuk mengetahui do’a dan bagaimana cara orang mendo’akan orang yang sudah meninggal, maka penulis mencoba mengangkat masalah ini dalam bentuk makalah yang berjudul “Tahlil Dalam Islam”.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
- Do’a-do’a apakah yang sebaiknya dibacakan untuk mendo’akan kepada mereka orang yang telah meninggal.
- Bagaimanakah cara yang baik orang mendo’akan orang yang telah meninggal, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama atau dikenal dengan istilah tahlilan.
- Bagaimana hukumnya bila keluarga yang meninggal dunia mengadakan acara tahlilan.
- Bagaimanakah Tahlil Menurut Para Ulama di Negeri Ini.
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui do’a-do’a yang harus dibacakan untuk orang yang meninggal dunia.
- Untuk mengetahui bagaimana proses penyampaian do’a-do’a untuk orang yang telah meninggal.
- Untuk mengetahui bahwa acara tahlilan bagaimanakah menurut hukum islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tahlil
Pengertian tahlil secara umum, tahlil secara bahasa adalah ucapan “laaillaha illallah” yang artinya tiada tuhan melainkan Allah, bacaan ini sering dilakukan seorang muslim atau muslimah ketika selesai melaksanakan shalat fardhu, seperti shalat isya, shubuh, dzuhur, ashar dan maghrib dan shalat-shalat sunnah yang sering dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bacaan tahlil sering dilanjutkan oleh bacaan-bacaan yang lainnya yaitu bacaan tasbih, tahmid.
Pengertian tahlil secara khusus adalah tahlilan yaitu do’a-do’a yang dipanjatkan secara bersama-sama untuk mendo’akan orang yang sudah meninggal, hal ini tidak hanya bacaan tahlil tetapi diikuti atau dilengkapi oleh bacaan yang dianjurkan oleh para ulama yaitu bacaan Fatihah atau Surat Al-Fatihah, Surat Al-Ikhlas, Surat Al-Falaq, Surat An-Nas, Ayat Kursi dan do’a-do’a yang lainnya.
2.2 Asal Usul
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, telah ada berbagai kepercayaan yang di anut oleh sebagian besar penduduk tanah air ini, di antara keyakinan – keyakinan yang mendominasi saat itu adalah animisme dan dinamisme. Di antara mereka meyakini bahwa arwah yang telah dicabut dari jasadnya akan gentayangan di sekitar rumah selam tujuh hari, kemudian setelahnya akan meninggalkan tempat tersebut dan akan kembali pada hari ke empat puluh, hari keseratus dan hari keseribunya atau mereka mereka meyakini bahwa arwah akan datang setiap tanggal dan bulan dimana dia meninggal ia akan kembali ke tempat tersebut, dan keyakinan seperti ini masih melekat kuat di hati kalangan awan di tanah air ini sampai hari ini.
Sehingga masyarakat pada saat itu ketakutan akan gangguan arwah tersebut dan membacakan mantra-mantra sesuai keyakinan mereka. Setelah Islam mulai masuk di bawa oleh para Ulama’ yang berdagang ke tanah air ini, mereka memandang bahwa ini adalah suatu kebiasaan yang menyelisihi syari’at Islam, lalu mereka berusaha menghapusnya dengan perlahan, dengan cara memasukkan bacaan – bacaan berupa kalimat – kalimat thoyyibah sebagai pengganti mantra-mantra yang tidak dibenarkan menurut ajaran Islam dengan harapan supaya mereka bisa berubah sedikit demi sedikit dan mininggalkan acara tersebut menuju ajaran Islam yang murni dan benar.
Akan tetapi sebelum tujuan akhir ini terwujud, dan acara pembacaan kalimat-kalimat thoyibah ini sudah menggantikan bacaan mantra-mantra yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, para Ulama’ yang bertujuan baik ini meninggal dunia, sehingga datanglah generasi selanjutnya yang mereka ini tidak mengetahui tujuan generasi awal yang telah mengadakan acara tersebut dengan maksud untuk meninggalkan secara perlahan. Perkembangan selanjutnya datanglah generasi setelah mereka dan demikian selanjutnya, kemudian pembacaan kalimat-kalimat thoyibah ini mengalami banyak perubahan baik penambahan atau pengurangan dari generasi ke generasi, sehingga kita jumpai acara tahlilan di suatu daerah berbeda dengan prosesi tahlilan di tempat lain sampai hari ini.
2.3 Hakikat Tahlil Berdasarkan Pendapat Ulama Muhammadiyah
Para ulama Muhammadiyah menganggap bahwa tahlilan yangdilakukan oleh umat islam untuk mendo’akan orang yang telah meninggal adalah sesuatu yang bid’ah, karena menurut mereka masalah tahlilan itu tidak ada dalil yang kuat yang dijelaskan dalam Al-Quran, namun para ulamaMuhammadiyah tidak mengharamkan pelaksanaan tahlilan tersebut.
Menurut ulama Muhammadiyah bahwa seorang yang telah meninggal dunia maka segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia yang masih hidup adalah putus tidak ada kaitan lagi, karena sudah terdapat perbedaan alam yaitu orang yang meninggal ada di alam barjah, sedangkan orang yang belum meninggal ada di alam dunia.
2.4 Hakikat Tahlil Berdasarkan Pendapat Ulama Nahdatul Ulama (NU)
Kaum muslimin Nahdatul Ulama (NU) mengakui bahwa tahlilan tidak ada dalil yang menguatkan dalam Al-Quran maupun hadis, namun kenapa mereka masih melaksanakan acara tahlilan tersebut karena kaum muslimin Nahdatul Ulama mempunyai pendapat lain bahwa tahlilan dilaksanakan dikeluarga yang meninggal mempunyai tujuan-tujuan tertentu di antaranya adalah sebagai berikut :
- Tahlilan dilakukan untuk menyebar syiar islam, karena sebelum dilakukantahlilan seorang imam melakukan ceramah keagamaan.
- Isi dari tahlilan adalah dzikir dan do’a dengan kata lain melaksanakan tahlilan berarti mendo’akan kepada yang meninggal dunia.
- Menghibur keluarga yang ditinggalkan dengan kata lain, kaum muslimin yang berada di sekitar rumah yang ditinggal, maka terjalinlah silaturahmi diantara umat islam.
Dari uraian tersebut di atas, bahwa kaum muslimin Nahdatul Ulama (NU) walaupun tidak ada dalil yang kuat di dalam Al-Quran dan hadis namun melakanakan acara tahlilan dengan tujuan yang baik dan tidak menyimpang dari hadis-hadis lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap makhluk yang hidup pasti akan mengalami kematian atau ajal, hal ini merupakan satu ketentuan dari Allah SWT yang tidak bisa diubah lagi, adapun waktunya adalah tidak ada yang mengetahui selain dari pada Allah SWT.
Salah satu perbedaan yang menonjol tentang meninggalnya makhluk hidup adalah meninggalnya manusia dibanding hewan dan tumbuhan. Meninggalnya manusia perlu adanya proses dari proses dimandikan, dikafani, dishalatkan, dikuburkan yang dilengkapi dengan do’a-do’a, di antaranya adalah do’a ketika ditimpa musibah (bala) atau mendengar orang yang yang ditimpa musibah yaitu dengan membacakan kalimat “Inna lillahi wa inna ilaiji raji’uun”, yang artinya :sesungguhnya kita kepunyaan Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya. Selain do’a tersebut sering juga dibacakan do’a “Allahummagfirlahu warhamhu wa’afihi wa fuanhu” yang artinya : ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia dan maafkanlah dia.
Penyampaian do’a-do’a untuk orang yang meninggal ada yang dilakukan secara perorangan ataupun sercara bersama-sama (tahlilan).
Acara tahlilan menurut Muhammadiyah adalah tidak diwajibkan namun tidak diharamkan. Namun menurut pandangan Nahdatul Ulama acara tahlilan disunatkan bagi kaum muslimin yang ada di sekitar orang yang meninggal dunia untuk mendo’akan orang yang meniggal.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa mendo’akan orang yang telah meninggal dunia hukumnya adalah wajib atau keharusan bagi kaum muslimin yang ada di sekitar rumah orang yang meninggal tersebut, baik pandangan menurut Muhammadiyah maupun pandangan Nahdatul Ulama.
3.2 Saran
Adapun saran-saran dari penulis adalah sebagai berikut : janganlah perbedaan pendangan dalam pelaksanaan tahlilan ini menjadi permusuhan dan menjadikan salah satu pandangan yang paling benar, karena menurut penulis bahwa mendo’akan orang yang telah meninggal baik secara perorangan maupun secara bersama-sama (tahlilan) adalah kaum muslimin tersebut menunjukan akhlak yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
KH. Muhyidin Abdus Shomad, Tahlilan dalam Perspektif Al Qur’an dan Assunnah, ( Jember: PP. Nurul Islam, 2005)
Abi Husain Muslim Bin Hajaj, Shohih Muslim, ( Bairut: Darul Fikar, 2005 )
Abi Husain Muslim Bin Hajaj, Shohih Muslim, ( Bairut: Darul Fikar, 2005 )
Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir Ad Dimasqi, Tafsir Ibnu Katsir, ( Bandung: Sinar Baru Al Bensido, 2005 )
0 Comments
EmoticonEmoticon