Bila merasa manfaat dengan artikel di blog ini, silahkan bagikan (share) di sosmed kaliah. Terimakasih.

Ajukan Pertanyaan Ini Ketika Ta'aruf! Supaya Tidak Menyesal Kemudian

Menjalani proses menikah tanpa pacaran tentu memunculkan banyak pertanyaan bagi orang yang belum paham. Bagaimana cara mengenal kepribadian calon pasangan kita? Bagaimanakah kebiasaan baik dan buruk yang ia punya? Bagaimana adabnya saat berinteraksi dengan keluarga besar? Dan mungkin masih banyak lagi sekelumit pertanyaan yang ada di kepala kita.


Menikah tanpa pacaran bukan berarti tidak memahami bagaimana calon pasangan kita. Islam membolehkan kita melakukan nazhor (melihat calon pasangan) agar kita dapat merasakan ke-sreg-an di hati. Sementara, gambaran kepribadian, kebiasaan, cita-citanya di masa depan dan lain sebagainya, dapat kita gali melalui proses tanya-jawab (atau yang dikenal sebagai ‘taaruf’) baik langsung kepada yang bersangkutan, atau mencari informasi melalui keluarga/teman dekatnya.

Lalu pertanyaan muncul tentang apa saja pertanyaan yang kita ajukan saat taaruf tersebut supaya tidak salah memilih pasangan dan menyesal kemudian? 

Berikut ini beberapa pertanyaan yang wajib kamu tanyakan padanya :

1. Pemahaman Tentang Keluarga dan Visi Misi Pernikahan

Seorang ikhwan sejati tentu bukan menikah untuk sekedar melegalkan hubungan. Namun lebih dari itu, semestinya ia memiliki visi dan misi yang jauh ke depan untuk keluarganya, dalam kehidupan dunia dan juga akhirat. 

Tanyakanlah padanya pertanyaan berikut :
  • Apa definisi keluarga menurutmu? 
  • Apa pendapatmu tentang berkeluarga dalam Islam?
  • Apa visi yang ingin kamu capai dengan menikah dan berumah tangga?
  • Bagaimana kamu mencapai itu dalam misi-misi kehidupan yang akan dijalankan bersama keluarganya?
Jawaban yang jelas menunjukkan bahwa ikhwan ini minimal memiliki pengetahuan tentang impian besar yang akan ia capai bersama keluarganya. Visi menjadikan hidup seseorang lebih terarah karena ia tahu apa yang akan ia kejar. Bukankah kita lebih senang dipimpin oleh suami yang tahu kemana ia akan melangkah, dan kemana ia akan membawa keluarganya? Sungguh sayang sekali apabila hidup yang akan dijalani hanyalah ‘sekedar’ persoalan makan, rumah, cita-cita dunia yang ingin dicapai, berapa anak yang ingin dipunya dan sebagainya. 

Sebab Allah SWT telah memperingatkan kita dalam Al Qur’an, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al Ankabut : 64)

2. Manajemen Ruhiyah

Pertanyaan tentang Manajemen ruhiyah ini bisa saja berwujud seperti :
  • Berapa lembar bacaan Qur’anmu setiap harinya?
  • Apa saja ibadah unggulanmu?
  • Ibadah sunnah apa saja yang biasa kamu lakukan?
  • Berapa banyak sholat Dhuha dan Tahajudmu dalam sepekan?
Pertanyaan seputar ruhiyah ini menjadi penting karena kekuatan ruhiyahlah yang menjadi bahan bakar kita dalam menjalani roda kehidupan. Ruhiyah yang terjaga akan membantu kita menghadapi berbagai problematika hidup, dinamika dengan orang banyak dan sebagainya. Keterhubungan dengan Allah menjadi kebutuhan karena hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan dan petunjuk.

Kita tentu juga ingin memiliki pemimpin sholeh yang dekat dengan Qur’an. Setiap kita pasti ingin memiliki imam yang selalu menjaga interaksinya dengan kalamullah. Orang yang berupaya untuk selalu dekat dengan Qur’an insya Allah menunjukkan komitmennya untuk membersihkan diri. Dengan membaca Al Qur’an insya Allah jiwanya akan terbasuh dan terobati dari karat-karat dunia. Membiasakan diri membaca Al Qur’an juga menunjukkan upaya untuk mendekatkan diri dengan petunjuk Allah dalam hidup. Apalagi jika kelak ingin memiliki putra-putri yang soleh-solehah lagi penghafal Al Qur’an, tentu saja harus dimulai dari orangtuanya terlebih dahulu, bukan?

3. Pemahaman Tentang Peran, Hak dan Kewajiban Suami Istri

Hal ini berkaitan dengan pemahamannya tentang apa saja peran, hak dan kewajiban suami dan istri dalam Islam. Pemahaman ini akan melahirkan persepsi mengenai batasan, harapan dan berbagai hal terkait yang akan terejawantah dalam peran sehari-hari. Kita juga dapat bertanya tentang harapannya tentang istri ideal dalam pikirannya. Bisa jadi misalnya, dia berharap kita menjadi ibu rumah tangga dan berkiprah dari rumah, sementara kita ingin tetap bisa berkonribusi di masyarakat sesuai keilmuan yang kita miliki. Meski bisa jadi ada harapan dan keinginan yang belum sinkron, hal ini bisa terus dikomunikasikan seiring waktu berjalan. 

Komunikasi yang terbangun tentu saja diselaraskan dengan koridor Islam terkait peran, hak dan kewajiban suami-istri tadi, agar jelas mana batasan serta hal-hal prinsip dan non-prinsip yang tak boleh dilanggar atau masih dapat ditoleransi. Gali juga sejauh mana ia mau terlibat dalam pendidikan anak yang menjadi tanggung jawab seorang Ayah.

4.  Manajemen Emosi dan Konflik

Pertanyaan ini lebih banyak menggali bagaimana dinamika emosi dan cara dia menanggulanginya. Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan antara lain :
  • Apa saja yang biasanya memicu amarahmu?
  • Apa yang kamu lakukan saat sedang stres atau bermasalah dengan orang lain?
  • Bagaimana kondisi terburukmu ketika marah?
Stres dalam kehidupan kita adalah sebuah keniscayaan. Ia selalu datang dan menghampiri, dan tentu saja ini membutuhkan kepiawaian kita dalam mengelolanya. Tanyakan padanya, atau carilah informasi dari orang lain, tentang hal-hal apa saja yang dapat memicu amarah atau stresnya. Tanyakan pula hal-hal apa saja yang ia lakukan saat sedang stres dan emosi. Sebab kemampuan seseorang mengontrol diri saat marah menjadi salah satu parameter kekuatan jiwa, seperti sabda Rasulullah saw dalam haditsnya, “Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan jiwanya ketika marah,” (HR. Bukhari 6114, Muslim 2609).

Mengetahui kondisi diri saat marah juga merupakan nilai plus dalam memahami diri sendiri, sehingga disini terlihat sejauh mana ia menyadari apakah caranya marah itu masih dalam koridor yang benar atau tidak. Selain itu dengan menanyakan manajemen emosi ini, kita juga dapat mengetahui sejauh mana kontrol diri sang ikhwan, dan mengambil langkah penyesuaian apabila kita berjodoh nantinya.

Itu baru kendali diri atas amarah jiwa. Belum lagi nanti saat berumah tangga, kita akan menemui berbagai macam konflik dengan pasangan, keluarga besar, mertua, ipar dan lain sebagainya. Banyak hal yang semestinya bisa kita kendalikan, namun jika tak pandai mengatasinya, bisa saja berujung pada keburukan. Berapa banyak pasangan yang baru menikah namun sudah bercerai kembali hanya karena tak mampu mengelola amarah dan emosi mereka. Tetapi jangan juga khawatir. Jika kita dapat mengelolanya dengan baik, insya Allah konflik yang ada akan membentuk diri kita lebih matang dan dewasa.

5. Manajemen Diri dan Keuangan

Pertanyaan ini penting karena berkaitan dengan bagaimana ia mengatur kehidupannya sehari-hari. Kita dapat menanyakan pertanyaan semisal :
  • Bagaimana jadwalmu sehari-hari?
  • Apa saja yang kamu lakukan saat memiliki waktu luang?
  • Apakah menurutmu kamu tergolong boros? 
  • Bagaimana kamu mengatur penghasilanmu?
Mengetahui jadwal rutinnya sehari-hari akan membantu kita mendapatkan gambaran tentang kebiasaan dan kesehariannya. Dari sini kita juga bisa melihat seberapa teratur dan disiplinnya ia akan waktu yang dimiliki. Biasanya, orang yang teratur membuat jadwal lebih paham bagaimana mengelola waktu yang terbatas untuk pekerjaan yang tak habis-habis. Jika setelah mengatur waktu saja kita seringkali masih keteteran, bagaimana jika waktu yang ada tidak kita atur sedemikian rupa?

Pertanyaan tentang cara menghabiskan waktu luang juga menunjukkan sejauh mana kualitas waktu yang ia miliki, apakah cukup bermanfaaat atau tidak. Hal ini menjadi penting karena waktu adalah modal yang sangat berharga yang kita miliki di dunia.

Perhatikan juga apakah ia memasukkan jadwal tilawah Qur’an, sholat berjamaah di masjid, dan agenda-agenda pemenuhan kebutuhan ruhiyah lainnya. Jika ia memasukannya sebagai agenda khusus, terlihatlah bahwa ia cukup menganggap pemenuhan ruhiyah ini sebagai hal yang penting, dan ini baik sekali.

Tanyakan juga padanya bagaimana ia mengelola pendapatan. Apa sumber penghasilannya selama ini? Apakah halal dan thoyib? Kemana saja alokasinya, dan apakah ia masih bisa menabung? Pada pos mana saja ada pengeluaran terbesar? Apakah ada hobi yang cukup menguras dana? Jika sudah menikah nanti, apakah ia bersedia mengatur atau menekan pengeluaran untuk hobinya tersebut?

Pertanyaan semacam ini bisa jadi agak menyentuh ranah privasi, namun penting kita ketahui sebagai calon pasangan agar kita dapat melengkapi kekurangannya atau membantunya dalam hal manajemen keuangan. Terlebih lagi, sebagai seorang imam, ia perlu memastikan bahwa nafkah yang diberikan pada keluarganya benar-benar berasal dari sumber yang halal serta dari pekerjaan yang baik.

6. Hubungan dengan Keluarga

Hubungan dengan keluarga memegang peranan penting karena menikah bukan saja menyatukan 2 insan, tetapi menyatukan 2 keluarga besar. Tanyakanlah bagaimana hubungan personalnya dengan bapak, ibu, kakak maupun adik dalam keluarga intinya. Gali pula sejauh mana keluarga inti turut berpengaruh dalam keputusan-keputusan penting dalam hidupnya, misal dalam hal pendidikan, karir, jodoh dan sebagainya. 

Dari sini juga akan terlihat bagaimana pola komunikasi yang terbangun dalam keluarganya, apakah mereka tergolong keluarga yang suka bermusyawarah, menghargai keputusan individu, atau malah cenderung berjalan masing-masing. Tanyakan juga jika ada beberapa keperluan yang sama penting, mana yang akan lebih ia utamakan; apakah keluarga atau urusan lainnya, atau bagaimana ia mensiasati itu semua. Pertanyaan kita seputar keluarga ini juga bisa menunjukkan sejauh mana keluarga menduduki posisi penting dalam prioritas hidupnya.

Selain itu kita juga perlu menggali bagaimana cara ia berinteraksi dengan ibu sebagai orang yang patut dihormati. Penghormatannya kepada ibu mencerminkan sejauh mana penghormatannya kepada perempuan, dan dari sini kita dapat melihat sejauh mana ia memuliakan perempuan. Begitu juga halnya dengan sikap terhadap ayah dan orang-orang tua. Apakah ia cukup santun? Apakah ia cukup mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dalam bersikap terhadap orang tua? Hal ini dapat kita lihat setidaknya dari cara dia bersikap saat berjumpa dengan orang tua kita.

7. Pemahaman Tentang Keayahan, Pendidikan Anak dan Kerumahtanggaan

Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat peduli dengan keluarga dan anak-anak kecil. Ia seorang panglima perang, tetapi juga meluangkan waktu untuk bermain bersama anak-anaknya maupun anak para sahabatnya. Ia maju ke medan laga, namun juga menjahit sendiri pakaiannya yang sobek. Demikian pula Nabiyullah Ibrahim a.s serta Luqman Al Hakim, mereka adalah sosok ayah yang diabadikan dalam Al Qur’an, yang memiliki kualitas kedekatan yang istimewa bersama anak-anaknya.

Peran ayah dan urgensinya dalam pandangan seorang calon ayah perlu kita gali disini. Tanyakanlah seberapa suka ia dengan anak kecil, sejauh mana wawasannya tentang peran keayahan, dan bagaimana pendapatnya tentang pendidikan anak. Bagaimanapun, meski ibu adalah madrasah dalam sebuah keluarga, Ayah adalah kepala sekolah yang bertanggung jawab penuh akan warna pendidikan keluarganya. Oleh karena itu penting sekali untuk menjajaki sejauh mana visi pendidikan anak dari calon pasangan kita, dan sejauh mana ia mau terlibat dalam pendidikan/pengasuhan anak.

Demikian pula halnya dengan tugas-tugas kerumahtanggaan. Apakah ia sudah paham benar tentang apa yang menjadi kewajiban istri, dan mana yang tidak? Jangan sampai ia masih beranggapan bahwa istrinya wajib memasak, sewajib kewajiban sholat 5 waktu. Cari tahu juga sejauh mana ia mau terlibat dalam membantu urusan kerumahtanggaan, karena Rasulullah pun turun tangan membantu pekerjaan rumah tangga untuk meringankan beban istrinya.

Perlu kita cermati pemahaman kebanyakan ikhwan yang masih berpikir bahwa tugas mereka sebagai kepala rumah tangga hanyalah mencari nafkah saja. Hal ini perlu diluruskan dan di­-upgrade agar ia memiliki pemahaman yang benar. Mintalah ia mencari ilmu dan meningkatkan wawasan mengenai peran keayahan dan suami, kalau perlu jadikan itu prasyarat untuk mempersunting kita.

8. Pemahaman Tentang Diri, Cita-Cita dan Masa Depan

Poin ini akan berbicara tentang bagaimana ia memandang dirinya sendiri dengan berbagai kelebihan dan kekurangan, rencana-rencananya di masa depan terkait cita-cita atau karirnya, dan bagaimana ia melibatkan anggota keluarga dalam rencana tersebut. Hal ini tergolong bahasan yang bisa dilakukan sambil berjalan, karena biasanya rencana hidup terus berkembang seiring dinamika hidup yang bisa saja berubah-ubah. Namun jikapun kita tanyakan dalam sesi taaruf pun tak mengapa untuk mendapatkan gambaran tentang rencana hidupnya ke depan.

Demikianlah beberapa pertanyaan yang dapat kita ajukan dalam momentum bernama taaruf. Tentu saja sesi berdurasi 1-2 jam ini tidak cukup menggali kedalaman pribadi seseorang. Oleh karena itu carilah informasi dari orang lain, yakni keluarga, teman, saudara dan sebagainya. Carilah orang-orang yang dapat menjaga kerahasiaan proses ini, agar proses taaruf ini tidak bocor kemana-mana. Bukankah khitbah saja masih harus dijaga kerahasiaannya dari publik? Apalagi baru sebatas taaruf yang potensi gagal nikahnya masih sangat besar.

Jika kita merasa tak nyaman mencari tahu langsung dari orang lain, kita juga bisa menggunakan jasa pihak ketiga untuk menanyakannya. Tentu, kita juga perlu memastikan kerahasiaannya, dan sebaiknya pihak ketiga ini adalah orang-orang yang sudah menikah. Orang yang sudah menikah biasanya memiliki helicopter view yang lebih tinggi serta cakrawala berpikir yang lebih luas. Selain itu orang yang sudah menikah lebih terjaga dari potensi menyukai target yang dibidik. Tidak lucu bukan, jika calon pasangan kita malah jatuh hati pada sang informan ataupun sebaliknya?

Namun dalam proses pencarian informasi ini, yang utama perlu kita jaga tentu saja kedekatan kita dengan Allah SWT. Teruslah beristikharah dan meminta petunjuk-Nya agar dalam prosesnya Ia memberkahi dan memudahkan. Sekuat apapun kita berikhtiar, segigih apapun kita mengusahakan, jika memang tidak berjodoh, maka akad pernikahan itu tidak akan terjadi. Maka sikap tawakkal sepenuh hati menjadi mutlak dan niscaya dalam proses pra-pernikahan ini.

Di samping itu yang tidak kalah penting, teruslah menyibukkan diri dengan memperbaiki diri serta memperdalam ilmu mengenai keluarga Islam, peran istri dan ibu sholihah, serta hal-hal kerumahtanggaan. Ilmu yang luas dan shahih akan menuntun kita menjalani hidup dengan benar. Sehingga saat menempuh kehidupan riilnya nanti, kita sudah punya bekal yang cukup untuk menjalaninya.

Semoga Bermanfaat. 
Wallahu a’lam bish shawab.

You might also like

0 Comments


EmoticonEmoticon