Mungkin diantara kita sebagai umat islam belum mengetahui apa itu Ar-Rayah dab Al-liwa. Dan sebagian besar yang mengikuti aksi 212 atau Reuni 212 pekan kemarin sudah melihatnya, baik secara langsung atau melalui berita, Diantara ribuan orang yang hadir terlihat ada sebuah bendera besar berwarna hitam bertuliskan kalimat syahadat, “La ilaha Illa al- Allah, Muhammad Rasul al-Allah”.
Lalu muncul di benak kita, Bendera apakah itu?
Sejatinya, yang namanya bendera merupakan sebuah simbol. Simbol adalah hal yang biasa dipakai untuk meringkas makna. Makanya setiap negara punya bendera masing-masing sebagai simbolnya, dengan warna yang berbeda-beda. Supaya khas dan mengandung makna tersendiri. Karena, setiap negara memiliki keunikan masing-masing.
Bukan hanya negara, akan tetapi juga berbagai kelompok, organisasi, komunitas, lembaga, dan perusahaan biasanya memiliki simbol. Dan beberapa di antaranya ada yang diletakkan pada wadah berupa bendera.
Nah, kalau bendera yang ada di acara 212 tersebut, itu merupakan simbol umat muslim keseluruhan. Wajar saja, karena rukun iman yang pertama adalah mengucapkan kalimat syahadat sehingga berdera itu pun bertuliskan kalimat “La ilaha Illa al- Allah, Muhammad Rasul al-Allah”.
Lalu apa nama bendera tersebut?
Adapun namanya adalah "Ar-Rayah", bendera hitam besar bertuliskan syahadat itu namanya adalah ar-Rayah
Hal ini berdasarkan hadits berikut;
Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasai di Sunan al-Kubra telah mengeluarkan dari Yunus bin Ubaid mawla Muhammad bin al-Qasim, ia berkata: Muhammad bin al-Qasim mengutusku kepada al-Bara’ bin ‘Azib bertanya tentang rayah Rasulullah Saw seperti apa? Al-Bara’ bin ‘Azib berkata:
كَانَتْ سَوْدَاءَ مُرَبَّعَةً مِنْ نَمِرَةٍ
“Rayah Rasulullah Saw berwarna hitam persegi panjang terbuat dari Namirah.”
Dalam Musnad Imam Ahmad dan Tirmidzi, melalui jalur Ibnu Abbas meriwayatkan: “Rasulullah Saw telah menyerahkan kepada Ali sebuah panji berwarna putih, yang ukurannya sehasta kali sehasta. Pada liwa (bendera) dan rayah (panji-panji perang) terdapat tulisan ‘Laa illaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah’. Pada liwa yang berwarna dasar putih, tulisan itu berwarna hitam. Sedangkan pada rayah yang berwarna dasar hitam, tulisannya berwarna putih.”.
Kalau umat muslim dulu sudah tidak perlu terlalu ‘masif diedukasi’ terkait bendera ini, karena bendera ini sudah biasa dilihat. Tidak langka. Mungkin nyaris setiap hari ketemunya. Lantaran umat muslim dulu hidup dalam satu negara Islam Khilafah.
Soalnya pun hanya satu-satunya bendera inilah yang mereka cintai dan perjuangkan, karena memang dengan kalimat syahadat itu mereka senaniatasa semangat belajar Islam, mengamalkan Islam, hingga mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia.
Kesimpulannya adalah; bendera Negara Islam namanya al-Liwa. Al-Liwa itu nyaris persis seperti ar-Rayah, hanya beda warna saja. Kalau ar-Rayah kan latar belakangnya berwarna hitam, kemudian tulisannya berwarna putih. Kalau al-Liwa; sebaliknya; latar belakangnya berwarna putih, kemudian tulisannya berwarna hitam.
Berikut ini beberapa keterangan hadits terkait al-Liwa dan ar-Rayah:
Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibn Majah telah mengeluarkan dari Ibn Abbas, ia berkata:
كَانَتْ رَايَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوْدَاءَ، وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ
“Rayah Rasulullah Saw berwarna hitam dan Liwa beliau berwarna putih.”
Imam An-Nasai di Sunan al-Kubra, dan at-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Jabir:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «دَخَلَ مَكَّةَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ
“Bahwa Nabi Saw masuk ke Mekah dan Liwa’ beliau berwarna putih.”
Ibn Abiy Syaibah di Mushannaf-nya mengeluarkan dari ‘Amrah ia berkata:
كَانَ لِوَاءُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْيَضَ
“Liwa Rasulullah Saw berwarna putih.”
Saat Rasulullah Saw menjadi panglima militer di Khaibar, beliau bersabda:
لأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ أَوْلَيَأْخُذَنَّ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ أَوْ قَالَ يُحِبُّ الله َوَرَسُولَهُ يَفْتَحُ اللهُ عَلَيْهِ فَإِذَا نَحْنُ بِعَلِيٍّ وَمَا نَرْجُوهُ فَقَالُوا هَذَا عَلِيٌّ فَأَعْطَاهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّايَةَ فَفَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ
“‘Sungguh besok aku akan menyerahkan ar-râyah atau ar-râyah itu akan diterima oleh seorang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya atau seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan mengalahkan (musuh) dengan dia.’. Tiba-tiba kami melihat Ali, sementara kami semua mengharapkan dia. Mereka berkata, ‘Ini Ali.’. Lalu Rasulullah Saw memberikan ar-rayah itu kepada Ali. Kemudian Allah mengalahkan (musuh) dengan dia.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Saw. menyampaikan berita duka atas gugurnya Zaid, Ja‘far, dan Abdullah bin Rawahah, sebelum berita itu sampai kepada beliau, dengan bersabda:
أَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَأُصِيبَ ثُمَّ أَخَذَهَا جَعْفَرٌ فَأُصِيبَ ثُمَّ أَخَذَهَا عَبْدُاللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَأُصِيبَ
“Ar-Râyah dipegang oleh Zaid, lalu ia gugur; kemudian diambil oleh Ja‘far, lalu ia pun gugur; kemudian diambil oleh Ibn Rawahah, dan ia pun gugur.” (HR. Bukhari)
Fungsi dan peggunaannya
Jadi, itu tadi kan, al-Liwa merupakan bendera resmi Daulah Islam di masa Rasulullah Saw dan para Khalifah setelah beliau Saw. Ini adalah kesimpulan dari Imam al-Sarakhsiy, dan dikuatkan dalam kitab Syarh As-Sair al-Kabir, karya Imam Muhammad bin al-Hasan as-Syaibaniy.
Disimpulkan bahwa, “Liwaa adalah bendera yang berada di tangan Penguasa. Ar-Raayah, adalah panji yang dimiliki oleh setiap pemimpin divisi pasukan, di mana semua pasukan yang ada dalam divisinya disatukan di bawah panji tersebut. Liwaa hanya berjumlah satu buah untuk keseluruhan pasukan. Liwaa digunakan sebagai patokan pasukan ketika mereka merasa perlu untuk menyampaikan keperluan mereka ke hadapan penguasa (Imam). Liwaa dipilih berwarna putih. Ini ditujukan agar ia bisa dibedakan dengan panji-panji berwarna hitam yang ada di tangan para pemimpin divisi pasukan.”
Jadi, jelas, bendera tersebut merupakan bendera kita bersama. Jangan dianggap asing. Karena memang sudah saatnya umat muslim membiasakannya kembali. Maka, silahkan saja, siapapun Anda sangat boleh untuk memiliki bendera tersebut, memegangnya, mengangkatnya, mengibarkannya, dan tentu saja sepaket dengan memperjuangkannya.
Jangan pedulikan oknum orang dan media yang memberikan stigma negatif pada bendera tersebut. Seperti misalnya menyimpulkan bahwa itu merupakan bendera teroris, ISIS, dan sebagainya.
Memang beberapa perilaku ISIS dan teroris itu merupakan penyimpangan, perlu diwaspadai. Karena mereka berdakwah dengan kekerasan, padahal mereka hanya individu dan kelompok yang tak berwenang.
Namun sayangnya sebagian orang yang tak senang dengan Islam, malah menunggangi hal tersebut untuk membentuk opini bahwa semua orang Islam itu teroris, kemudian menonjolkan bahwa seolah barang bukti teroris adalah bendera itu. Sehingga, umat muslim sendiri bahkan juga yang non-muslim menjadi phobia dengan simbol-simbol Islam. Dimulai dari rasa takut akan simbol, akhirnya jadi takut dengan Islam secara keseluruhan.
Maka dari itu, adanya kampanye dan edukasi terkait al-Liwa dan ar-Rayah tersebut sudah bagus. Dan harus lebih dimasifkan lagi. Ini merupakan PR kita bersama. Marilah dari sekarang kita lawan arus opini negatif terhadap simbol-simbol Islam. Silahkan temui kenalan-kenalan kita, ngobrollah dengan mereka, dan beritahu tentang al-Liwa dan ar-Rayah ini.
Mungkin orang-orang yang membenci Islam bisa merakayasa fakta dan membuat drama jelek tentang al-Liwa dan ar-Rayah, namun, mereka tetap pasti akan kalah bila ada kajian secara normatif bahwa memang wahyu menunjukkan bendera tersebut merupakan bendera yang baik-baik saja.
Lagipula tulisan di bendera itu kan syahadat. Itu rukun iman yang pertama. Itulah inti keislaman kita. Itulah yang menyatukan kita; tanpa melihat suku, bangsa, kelompok, level ekonomi, hobi, dan sebagainya. Itulah tujuan hidup kita. Laa illaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah.
Wallahua’lam..
0 Comments
EmoticonEmoticon